Bulat Memanjang Menggoncang Lidah
Sumber: @aiyie_ningrum
Penulis : Tika Wulandari
Penyunting : Mia Audina
Korpora.Id,
Mempawah - Apa yang kalian
cari ketika berada di Mempawah? Apakah wisatanya yang hits
dikunjungi wisatawan seperti Jungkat Resort atau Mempawah Magrove Park. Kemudian,
apa yang kalian sukai dari kota ini? Apakah bangunan bersejarahnya?
Tahukan kalian
judul lagu tradisional yang berasal dari Kabupaten Mempawah. Ya, Galaherang.
Tidak hanya itu yang menjadi kebanggaan masyarakatnya. Jika kalian bertandang
di sini pada acara Idul Fitri, Idul adha, maupun robo-robo. Tuan rumah akan
menyuguhkan jamuan yang menggugah selera.
Siapa lagi jika
bukan si bulat memanjang menggoncang lidah yang bernama bontong. Yulianti
masyarakat setempat menyatakan bahwa bahan yang diperlukan yaitu pulut, santan,
dan garam. Tapi jangan salah, rasanya begitu gurih.
Suasana riuh
yang berisi canda tawa akan kurang afdal tanpa muncul makanan ini. Para
keluarga besar yang berasal dari kabupaten lain akan menangih kedatangannya.
Dari tampilan
kalian akan penasaran dengan rasanya. Segeralah mencoba dan jangan biarkan
makanan ini sampai lengah. Bisa saja makanan ini akan disantap dengan lahap
oleh sang penyaji.
“Bentuknya unik
seperti lemang dan memiliki ukuran yang lebih kecil. Jika tak ada waktu untuk
membuatnya, kita bisa memesan kepada masyarakat yang menawarkan jasa. Tapi
ingat, pemesan seminggu sebelum acara. Harganya terjangkau sekitar Rp.3.000/butir,”
tutur Nursiah sebagai penikmat.
Makanan ini
kurang dikenal oleh masyarakat Kalimantan Barat selain warga Mempawah. Terasa
asing bagi mereka yang baru mengetahuinya. Bukan berarti kita tak punya
kesempatan untuk mengenalnya lebih dalam.
Mia selaku
penikmat menyatakan bahwa makanan seperti ini di Kabupaten Bengkayang tidak
dapat ditemukan. Namun, ada yang hampir menyerupai baik segi rasa maupun daun
pembungkus yaitu patlau.
Jika kalian
ingin merasakan makanan ini selain acara tersebut sangat sulit untuk di
dapatkan. Tak seperti lemang yang bisa ditemukan setiap hari di Pontianak. Apabila
memesan untuk dibuatkan mungkin saja ada yang bersedia. Dengan syarat jumlah pesanan bontong
tidak sedikit.
Proses
pembuatannya membutuhkan waktu yang cukup lama hingga harus bersabar dengan
perut meronta. Kata Halifah dengan sumringah selaku pembuat hidangan ini “Kita harus membuat wadah dengan melilitkan
daun pisang pada batang kayu. Masukkan pulut dan santan yang telah dicampur
garam. Ikat kedua ujungnya menggunakan tali. Rebuslah bontong pada air mendidih
selama lima jam. Kemudian siap untuk diangkat.”
Semua
perjuangan kalian tak akan berujung sia-sia. Ketika dandang dibuka akan tercium
aroma santan gurih yang menyengat hidung. Asap yang mengepul tak menjadi
penghalang untuk segera mencobanya.
Pengolahannya
memang terlihat mudah, namun tak jarang ada saja bagian dalam bontong yang
masih mentah. Solusinya direbus kembali dan kalian harus setia menanti.
Potong bontong
menjadi dua bagian. Menu pelengkapnya berupa opor ayam, sambal udang, atau sambal
kepah. Kolaborasi tersebut sangat cocok untuk disajikan. Kehangatan keluarga
akan menambah kenikmatan.
Rasa lapar mungkin
sudah terlampiaskan dengan makanan utama dan pelengkap. Keringat bercucuran
karena hidangan yang nikmat. Tapi dahaga
ini masih tetap membutuhkan air. Es Merah (es serbat) atau teh es menjadi minuman
yang tak pernah lepas.
Jika perut
sudah terisi waktunya berbincang-bincang dengan sanak keluarga. Selain sebagai
hidangan, bontong juga sebagai oleh-oleh untuk keluarga yang mudik. Dengan
senang hati mereka akan menerimanya.
Sebagian masyarakat
Mempawah khususnya di desa Sungai Purun Kecil membagikan makanan ini sebelum
hari raya idul Adha dan idul Fitri
kepada warga non muslim yang ada di dekat rumah atau yang dikenalnya. Tradisi
tersebut sudah berlangsung sejak lama. Hal sebaliknya juga dilakukan orang
China sebagai tanda terimakasih dengan memberikan kue keranjang pada tahun baru
Imlek.
Selama tiga
hari makanan ini akan tetap awet. Bila teksturnya sudah berubah, jangan
langsung dibuang. Pangganglah dahulu dan bisa dikonsumsi lagi. Jangan khawatir
sakit perut. Malah kalian bakal semakin menaruh hati karena rasanya semakin
sedap.
Sekarang tak
banyak pemuda dan pemudi yang pandai membuatnya terutama dari sarung atau wadah.
Apabila tak terbiasa maka ada saja bagian yang bocor sehingga pulut serta
campuran santan dan garam tidak bisa dimasukkan ke dalamnya. Kemudian, proses
pembuatan yang membutuhkan waktu yang lama membuat mereka enggan untuk belajar.
Hanya ada
wajah-wajah lemah dan tulang yang sudah renta menjaga makanan khas Mempawah
ini. Jika mereka tiada mungkin saja akan punah. Jangankan untuk berkembang dan dikenali
masyarakat luar bahkan tak diketahui anak cucu kita nanti. Sepatutnya makanan
ini tetap lestari.
Boleh saja kita
mencintai kuliner modern tapi akan hadir kesan berbeda apabila mencicipi
makanan tradisional khas daerah sendiri. Bagi kalian yang ingin membuktikan
kelezatannya, jangan lupa untuk mencoba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar